Berita Terbaru :

Selasa, 09 Juni 2015

Penipuan Berkedok Investasi Koperasi Kembali Menelan Korban

PEnipuan Koperasi_Titian_Rizki_UtamaSejumlah nasabah korban penipuan Koperasi Titian Rizki Utama yang berlokasi di Jl. Supriadi, Semarang terpaksa gigit jari. Dana yang mereka tanamkan terancam amblas sebagaimana pada kasus-kasus sebelumnya yang telah terjadi di berbagai daerah.
Sejumlah media massa melaporkan bahwa uang nasabah yang tertanam tidaklah sedikit. Muljiono (48) mengatakan bahwa ia tela menginvestasikan sampai Rp320 juta di koperasi tersebut. Sejumlah nama lain menyebut angka yang fantastis. Sebut saja Tjahtjanti (63) dan Ny Tirto (47), keduanya juga warga Semarang mengaku menderita kerugian masing-masing Rp 290 juta danRp 440 juta. Seorang suami korban dikabarkan langsung terserang stroke saat mengetahui koperasi tersebut bermasalah.
Dari ribuan orang yang berhasil dijerat Koperasi yang telah beraksi beberapa tahun ini dapat diyakini telah terkumpul hasil penipuan yang sangatlah besar. Di Lampung (Maret 2013), Munawar dkk mengalami tipuan koperasi yang dibalut janji pinjaman usaha. Munawar awalnya diminta menyetor Rp5 juta ke koperasi Artha Kusuma agar mendapat pinjaman Rp50 juta. Para nasabah pun berduyun-duyun melakukan hal yang sama. Singkat kata, pinjaman yang dijanjikan tidak kunjung cair. Rekening bank atas nama pengurus Koperasi ternyata sudah dikosongkan, uang nasabah pun lenyap.
Dari Karawang, Jawa Barat, bisnis tipuan Koperasi Ar-Ridho Bima Nusantara (ARBN) juga tak kalah mencengangkan. Koperasi ini menggunakan modus penitipan/penyewaan mobil dengan imbalan mobil pula kepada calon investor. Ribuan investor kalap menanamkan duit yang diperkirakan mencapai Rp60 milliar. Hasyim yang berasal dari Serang (Banten) mengaku bahwa seorang kerabatnya ikut berinvestasi dengan menitipkan mobil Suzuki APV ke Koperasi ARBN dengan imbalan Rp6 juta per bulan. Imbal jasa itu hanya dibayarkan 3 bulan lalu berhenti. Saat ingin mengklarifikasi hal tersebut, mereka mendapati kantor Koperasi sudah tertutup rapat. Penyesalan selalu datang telat.
Belum lepas di ingatan kita kasus Koperasi Langit Biru pimpinan Haji Jaya Komara yang juga sangat menghebohkan setelah menelan dana triliunan dari masyarakat. Kasusnya pun tenggelam setelah Jaya Komara meninggal di penjara.
Lagi-lagi sebuah koperasi melakukan penipuan. Mengapa hal ini bisa terjadi, lagi dan lagi?
Modusnya Selalu Sama
Tidak berbeda dengan berbagai modus tipuan bisnis investasi pada umumnya, tipuan investasi koperasi pun menggunakan modus yang sama: menjanjikan keuntungan yang besar.
Terkadang para pengurus koperasi mengaku memiliki bisnis ini itu untuk meyakinkan para calon korban agar mau menginvestasikan (menyerahkan) uangnya. “Saya percaya karena pernah diajak ke sebuah peternakan sapi di Boja, Kendal. Saat itu, Ismayudi (salah seorang pimpinan cabang koperasi Titian Rizki Utama) mengakui bila peternakan itu miliknya. Dia juga mengaku memiliki bisnis properti dan bekerja di perusahaan telekomunikasi,” kata Muljiono kesal.
Tidak hanya itu. Koperasi Titian Rizki Utama berusaha menjaring korban dengan menggelar arisan multiguna sampai ke hotel-hotel sehingga terlihat mentereng. Di bulan Juli 2010 saja, pengikut arisan multiguna di koperasi ini sudah lebih 900 orang dengan setoran bervariasi antara Rp1,5 juta – Rp5 juta. Sumber-sumber lain mengatakan bahwa koperasi Titian Rizki Utama kemudian juga mengaku bergerak di bidang properti dan peternakan.
Dalam perjalanan selanjutnya, seiring kepiawaian koperasi ini mempesona korbannya, jumlah masyarakat yang terperdaya pun semakin bertambah, demikian juga jumlah uang yang diinvestasikan tiap nasabah.
(Awalnya) Pembayaran Bonus Lancar
Menurut Mujiono, ia mulanya menanamkan uangnya sebesar Rp200 juta setelah dijanjikan akan mendapatkan bunga 18% per bulan. Pada setahun pertama, pembayaran berjalan lancar sehingga ia menambah investasi menjadi Rp320 juta. Apa dikata, pembayaran tersebut berhenti di tahun kedua. Pihak koperasi menurunkan persentase keuntungan menjadi 12%, tetapi Mujiono juga tidak menerima bayarannya.
Karena jangka waktu investasi telah berakhir sesuai kesepakatan, Mujiono memutuskan akan menarik uangnya. Ternyata pihak koperasi tidak dapat memenuhi janjinya. Barulah ia sadar bahwa ia (dan banyak nasabah lainnya) telah tertipu suatu skema bisnis bodong.
Modus-modus ini tidaklah sekali terjadi dan seharusnya mudah dibaca. Pembayaran yang lancar di awal menandakan bahwa modus ini sedang hangat-hangatnya menarik dana masyarakat. Dengan dana yang terus mengalir masuk, suatu bisnis tipuan masih lancar membayar sesuai janjinya. Nah, bahayanya di tahap ini, biasanya para nasabah gembar-gembor mempromosikan bisnis tersebut dengan bukti pembayaran yang telah mereka terima. Ada pula nasabah yang berniat baik, lalu mengajak teman, kerabat dan tetangganya untuk “ikut investasi” agar sama-sama menikmati keuntungan.
Akan tetapi, semua bisnis tipuan, arisan berantai, MLM gadungan, dll akan berakhir pada waktunya. Hal ini terjadi karena investor yang bergabung tak seheboh dulu lagi sehingga jumlah dana yang masuk semakin sedikit, sementara bonus yang harus dibayarkan kepada nasabah terdahulu semakin banyak. Akibatnya, sumber pendapatan mulai mengering. Disaat inilah pembayaran tersendat, lalu berakhir tragis penuh penyesalan.
Belum ada Sejarahnya Investasi para Korban Dibayarkan 
Beberapa waktu lalu, sejumlah Masyarakat Peduli Koperasi Surakarta (MPKS) di Solo menggelar unjuk rasa agar polisi mengusut sejumlah koperasi penipuan berkedok BPR atau Kospin. Fenomena yang sama tidak dapat dipungkiri marak terjadi di berbagai daerah. Menurut pakar investasi, Yanuar Rizky, seharusnya pemerintah lebih gencar lagi mensosialisasikan investasi yang baik dan benar kepada masyarakat. Masyarakat juga mesti bias menahan diri dan tidak mudah tergiur bila didekapi pihak-pihak yang mengumpulkan dana dengan tawaran investasi menggiurkan.
MPKS sendiri menyuarakan agar Kementerian Koperasi bertanggung-jawab atas kasus penipuan yang mengatasnamakan koperasi dengan cara menertibkan koperasi-koperasi yang bermasalah tersebut. Seperti biasa, tidak ada pihak yang mau disalahkan, apalagi bertanggung-jawab. Menteri Koperasi Syarif Hasan dalam satu kesempatan berkilah bahwa dalam hal terjadi penipuan koperasi, sebetulnya bukan koperasinya yang salah, tetapi oknumlah yang memanfaatkan koperasi tersebut. Karena itu ia menghimbau agar masyarakat waspada terhadap investasi yang menawarkan imbal hasil atau income melebihi tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI rate).
“Kalau ada satu lembaga koperasi yang menjanjikan return-nya itu lebih daripada BI rate, bunga bank, itu pasti penipuan,” tegasnya memberi batasan. Sebagai informasi, saat ini BI rate berada di kisaran 7,5% dan biasanya naik turunnya tidak terlalu jauh dari angka tersebut.
Ramai-ramai aneka penipuan bisnis yang marak terjadi seolah tidak memberi efek jera pada masyarakat. Ujung-ujungnya paling banter melaporkan kisah sedih mereka ke pihak berwajib. Akan tetapi tidak ada bukti sampai saat ini bahwa laporan tersebut berujung pada pengusutan aset penipu secara tuntas untuk mengembalikan uang atau aset para investor.
Kisah tragis bernilai triliunan Rupiah ini biasanya hanya berakhir di bui. Setelah itu para penipu dapat kembali bebas menikmati hasil tipuannya.
Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah: Menghindar. Anda tidak perlu memegang api untuk mengetahui bahwa api itu panas bukan? Suatu saat Anda akan bersyukur telah menolak suatu tawaran yang terlihat begitu menggiurkan bila hati nurani Anda berkata lain. Jika saat ini Anda atau orang yang Anda kenal masih menanamkan uang pada usaha-usaha yang memberi janji-janji surga, saatnya bertindak. Tariklah uang Anda sebelum terlambat.
Dan semoga kisah di atas tidak terulang lagi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Selamat datang di blog Sofia, Terima kasih telah berkunjung di blog kami.. Semoga bermanfa'at!!